DPRD Kota Bandung Merespons Positif Usulan Raperda Pencegahan dan Penanggulangan Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT)

Bandung, pi-news.online

DPRD Kota Bandung merespons positif usulan rancangan peraturan daerah (Raperda) pencegahan dan penanggulangan Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT) dari Aliansi Peduli Hidup Sehat (AMPUHIS) yang menandatangi kantor DPRD Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung, Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., pun mendukung penuh usulan Raperda Pencegahan dan Penanggulangan LGBT ini. Namun, perjalanan pembentukan Perda ini terbilang panjang mulai dari pembahasan hingga pengumpulan data-data valid sebelum akhirnya disahkan atau tidak.

“Saya perlu jelaskan hasil pertemuan itu. Saya sampaikan kepada pimpinan DPRD Kota Bandung yang lain untuk meneruskan usulan Raperda Pencegahan dan Penanggulangan LGBT ini di Bapemperda. Apakah nanti jadi Perda inisiatif dari DPRD atau yang diusulkan dari Pemerintah. Ini masih panjang kita masih perlu pembahasan, naskah akademis yang memadai, data-data yang bisa dipertanggung jawabkan. Tapi yang penting ini semangatnya dalam upaya mencegah dan menanggulangi tindakan menyimpang ini,” kata Edwin, Bandung, Rabu (1/2/2023).

Edwin pun dibuat khwatir dengan adanya data jurnal ilmiah dari salah satu lembaga dunia pada tahun 2015. Dari data itu, Indonesia menempati posisi ke 5 populasi LGBT terbesar di dunia. Hal ini menurutnya membuat masyarakat menyampaikan aspirasi agar DPRD Kota Bandung membentuk Perda terkait pencegahan dan penanggulangan LGBT ini.

“Ini bisa kita lihat secara kasat mata dan data. Karena kita harus bicara secara ilmiah. Kita dapat data dari jurnal ilimiah mereka melakukan survei tahun 2015 Indonesia menempati posisi ke 5 sebagai negara tersebar populasi LGBT-nya. Kalau ditarik tentu saja di Kota Bandung sebagai kota besar, Kota Heterogen dan sebagai Ibu Kota Jawa Barat tentunya jumlah polulasinya besar. Karena saat ini LGBT itu ada yang bersembunyi dan ada juga yang terang-terangan. Saya kira ini kegelisahan di antara warga masyarakat mereka menyampaikan aspirasi agar Kota Bandung seperti Makassar, Garut dan Bogor yang sudah serius untuk membentuk Perda ini,” kata Edwin.

Terkait usulan Raperda ini, Edwin mengaku akan berhati-hati untuk merumuskan peraturan ini. Sebab, ia meyakini pasti akan ada pihak-pihak yang akan menentang aturan ini dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, Edwin menilai HAM dibatasi oleh beberapa hal mulai dari norma-norma hingga nilai agama.

“LGBT kita lalukan secara hati-hati karena pasti ada pihak yang bereaksi mereka membawa dan mengatasnamakan HAM. Kita tahu HAM itu baik nasional atau internasional ada aturan-aturan yang mengatur persoalan itu. Saya perlu sampaikan HAM itu dibatasi oleh norma-norma, nilai moral, dan nilai agama. Saya kira semua sepakat agama manapun tidak akan membiarkan atau melegalkan perbuatan orientasi menyimpang terkait LGBT ini,” tuturnya.

Bahkan, Edwin menilai kampanye terkait LGBT ini sudah membabibuta. Hal tersebut dapat dilihat dari gelaran sekelas Piala Dunia di Qatar yang sempat mendapat intervensi terkait simbol-simbol LGBT yang digunakan oleh beberapa negara yang manggung di gelaran 4 tahunan itu.

“Seperti ada gerakan memaksakan bahwa perilaku LGBT itu normal dan semua orang harus melakukan hal itu, ini kan yang ngawur. Pada Piala Dunia di Qatar kemarin, saya seumur-umur merasakan kalau dulu baik-baik saja dan fokus ke sepakbolanya tapi begitu Piala Dunia di Qatar ada larangan soal LGBT bagaimana ada tekanan dari berbagai pihak agar isu LGBT ini bisa diterima dan ini terjadi juga di Indonesia. Bahkan ada United Nations Development Programme (UNDP) PBB yang mengeluarkan dana fantastis supaya Indonesia tidak melakukan tindakan diskriminatif kepada kaum LGBT. Kita ini tidak membasmi komunitas ini tapi kita bantu meraka supaya penyebarannya tidak meluas dan ada penaganan yang tepat serta mengembalikan kodratnya ke semula,” ujar Edwin.

Ia pun sependapat dengan salah satu tokoh psikiater yang mengatakan bahwa LGBT ini adalah penyakit bukan dari genetik bawaan. Hal ini pun menepis beberapa anggapan dari berbagai pihak terkait genetik bawaan yang menyebabkan perilaku menyimpang ini.

“Ada satu pendapat dari salah satu tokoh psikiater terkemuka Amerika Serikat, Charles W. Socarides dari Universitas Harvard beliau mengatakan bahwa LGBT ini penyakit bukan gen bawaan dan bisa disebuhkan. Ini adalah sesuatu yang harus disembuhkan jadi dengan adanya Raperda ini disatu sisi akan melindungi masyarakat yang kedua memberikan edukasi kepada masyarakat dan yang ketiga kita memberikan bantuan bagaimana caranya supaya saudara-saudara kita yang masuk dalam komunitas ini bisa tersadarkan dan mereka kembali pada kodratnya semula,” ujar Edwin.(Sari nt)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *