Sudah jelas aturannya, lantas pertanyaannya, ada apa dengan pihak Dinas terkait, APH dan Satpol PP kita.
Bojonegoro Jatim, pi-news.online
Menjamurnya pendirian bangunan proyek menara TBS tower seluler di wilayah Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, yang diduga belum mengantongi izin, hingga saat ini terlihat masih belum ada tindakan tegas dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, Satpol PP ataupun dari pihak APH setempat.
Padahal bila dikaji dari polemik yang berkembang dimasyarakat hingga publik, tindakan tegas seharusnya sudah bisa dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Satpol PP maupun APH. Mengigat pendirian bangunan tower yang diduga belum mengantongi izin IMB dan kelengkapanya tentu telah merugikan banyak pihak.
Diberitakan sebelumnya oleh media ini dengan judul: Diduga Belum Kantongi Izin, Pembangunan tower Telkomsel di Bojonegoro Semakin Liar.
Perihal dugaan tersebut, tampaknya semakin meluas saja, karena di perkuat dan disebabkan dari pihak Dinas Tata Ruang Perencanaan dan Bangunan Bina Marga yang menangani perizinan dan Dinas PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kabupaten Bojonegoro terkesan tutup telinga dan tidak terbuka untuk publik.
Sementara dari tim investigasi awak media di lapangan, telah menemukan beberapa bangunan proyek menara tower seluler yang di duga tidak mengantongi izin lengkap, di antaranya; ada di Desa Sendangagung Kecamatan Sumberrejo, Desa Krangkong Kecamatan Kepohbaru dan di Kecamatan Kanor bahkan ada dua tempat yakni di Desa Pesen dan Desa Pilang.
Menanggapi hal tersebut, Manan selaku ketua Aktivis LSM PIPBR kepada awak media ini menyampaikan bahwa perihal carut marut dan ketidak terbukaannya di lingkup Dinas kabupaten Bojonegoro, tentunya harus ada evaluasi dan tindakan tegas oleh bupati Bojonegoro.
Pihaknya juga meminta pihak kepolisian segera merespons cepat informasi publik tentang dugaan pendirian bangunan menara seluler ilegal di wilayah kabupaten Bojonegoro. Pasalnya, tindakan tersebut dinilai sudah menabrak UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Mendirikan bangunan menara tanpa izin, selain menabrak Perda, juga menabrak undang-undang, artinya ranahnya sudah pidana. Sehingga menjadi tugas kepolisian menegakkan aturan perundang-undangan.” Tegas Manan.
Logikanya, untuk bisa mendirikan tower, harus melalui izin lokasi pendirian sebagai prasyarat bahwa di lokasi yang rencana didirikan tower sudah sesuai dengan rencana tata ruang. Hal itu dikarenakan, untuk mendirikan menara diatur ketat zonasinya. Jelasnya.
Tidak hanya sampai di situ, setelah pengurusan izin lokasi pendirian tidak ada masalah, barulah kemudian bisa melangkah ke dokumen UKL-UPL. Setelah itu, dokumen UKL-UPL bila sudah disahkan, baru bisa keluar rekomendasi teknis kelayakan lingkungan. “Ini sebagai dasar penerbitan izin lingkungan.” Tegasnya.
Dalam UU no 32 tahun 2009 pasal 36 telah diatur tentang perizinan. Ayat 1 mengatur, setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Ayat 2, Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
Ayat 3, Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
Ayat 4, Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dikatakan, dengan ketentuan pidana, hal itu diatur secara tegas dalam pasal 109 bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.
Nah!, dalam kasus ini, tower sudah berdiri, padahal dokumen-dokumen kaitannya syarat perizinan belum dilaksanakan. Sehingga sudah jelas perbuatan pidananya terpenuhi, maka kewajiban polisi menindak sesuai amanat undang-undang. Tuturnya.
Dirinya pun mengingatkan pejabat Pemkab Bojonegoro, potensi pidana yang bisa mencatut pejabat negara, sesuai dengan 111 dan 112 UU nomor 32 tahun 2009.
Pasal 111 ayat 1 disebutkan, setiap pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.
Ayat 2, setiap pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.
Dipasal 112, setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Tidak habis pikir memang, kenapa mereka tidak segera menindaklanjuti dan bertindak, dan bilamana pihak Pemkab kali ini masih diam tentunya bukankah semakin menunjukkan bahwa pendirian tower itu bermasalah. Ungkapnya.
Terkait hal tersebut diatas disayangkan, hingga kini masih belum ada pihak dari perwakilan pemilik bangunan tower yang bisa dikonfirmasi lantaran belum diketahui pasti siapa pemilik tower yang terletak di Beberapa wilayah di kabupaten Bojonegoro karena pihak dinas terkait masih bukam. (Galuh.Hs/Tim)
Editorial: Korwil Jatim