Cilacap, pi-news.online
Nelayan dan pemilik kapal yang tergabung dalam Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cilacap menolak keras kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pemberlakuan Laporan Perhitungan Mandiri (LPM) tambahan bagi kapal perikanan. Kebijakan itu dinilai mempersulit nelayan maupun pemilik kapal dan tidak berpihak pada kesejahteraan mereka.
Aksi pun dilakukan sebagai bentuk protes atas kebijakan KKP tersebut. Adapun Aksi dilakukan puluhan nelayan dan pemilik kapal di area Dermaga PPSC pada Jumat (27/12/2024) siang.
Dalam aksinya, mereka menyerukan penolakan sembari membentangkan spanduk bertuliskan “Kami menolak LPM tambahan yang sangat memberatkan nelayan”. Adapun spanduk lain bertuliskan “Tolak kenaikan tarif sewa lahan pelabuhan”.
Koordinator Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cilacap Agustina mengatakan, bahwa nelayan dan pemilik kapal menolak pemberlakuan Laporan Perhitungan Mandiri (LPM) tambahan lantaran tanpa adanya sosialisasi.
“Harusnya pemerintah kalau mau terapin LPM tambahan, itu sosialisasi dulu. Jangan setiap akhir tahun tiba-tiba kami ditagih kekurangan bayar LPM berapa. Semua aturan pemerintah sangat kami taati, tapi kalau LPM tambahan ini, menurut kami sudah sewenang-wenang dan sangat berat sekali. Kami dengan tegas menolak,” tegasnya.
Agustina mengungkapkan, apabila LPM tambahan tidak segera dibayar, SIPI kapal tidak diterbitkan oleh KKP. Sedangkan untuk biaya LPM tambahan sendiri nilainya mencapai ratusan juta.
“Yang saya tau kalau posisi kapal di laut bisa perpanjang SIPI, walaupun tinggal sehari, dua hari bisa. Itu aturannya sudah ada, asal PAS besar dan SKKP masih hidup. Harusnya dari KKP bisa terbitkan SIPI kapal, tapi sampai sekarang belum diterbitkan karena belum bayar LPM tambahan ini. Biayanya satu kapal sekitar Rp 114 juta,” katanya.
Ia menambahkan, bilamana SIPI kapal belum bisa diterbitkan hingga awal Januari 2025, sementara SLO, SPB telah dikeluarkan, para pemilik kapal akan mendapat sanksi PSDKP. “Dampaknya kapal jadi nggak bisa berangkat, kalau berangkat kena sanksi sampai 1.000 persen. Apakah ini adil buat kami. Usaha kami ini menyerap banyak tenaga kerja. ABK juga butuh makan,” ujar Agustina.
“Dan aturan mana yang mengatur bahwa kami harus membayar LPM tambahan ini. Kami nelayan sangat menjerit dengan aturan yang sewenang-wenang ini. Jadi target sesuai GT berapa tapi tanpa sosialisasi,” imbuhnya.
Pihaknya lantas meminta Presiden Prabowo Subiyanto untuk turun tangan menangani permasalahan tersebut. “Mohon Presiden Pak Prabowo untuk memperhatikan nasib kami. Kami nelayan sangat dilema sekali,” pinta Agustina.
“Jadi kami minta Pak Prabowo untuk segera menyelesaikan masalah ini, kami butuh perhatian, kami niat usaha tapi dengan nyaman, tanpa dibebani aturan yang memberatkan. Kalau hari ini MKP tidak sampai target PNBP ke Pak Presiden, jangan dibebankan ke kami, karena semua kewajiban PNBP telah kami bayar sesuai aturan yang berlaku,” lanjutnya.
Agustina mengaku selama ini, khususnya pemilik kapal selalu mentaati peraturan yang diberlakukan. “Aturan apapun kami taati, tapi jangan memberatkan kami. Kalau kami ditarget PNBP yang begitu tinggi, nggak bisa ditarget begitu saja karena hasil laut tidak ada kepastian, hasil alam, rezeki dari Tuhan. Ini bukan usaha darat loh, ini laut,” tuturnya.
“Kami sudah bayar pajak, belum lagi untung rugi harus bayar PNPB bagi kapal 25-60 GT. Kalau kapal yang 60 GT bayar pajak 10 persen, masih kurang apa lagi. Dan kami hari ini bukan mau melawan aturan, tapi kami berjuang karena menyangkut nasib kami supaya usaha perikanan ini bisa berkelanjutan sampai ke anak cucu kami,” tandas Agustina.
Selain memprotes pemberlakuan Laporan Perhitungan Mandiri (LPM) tambahan, mereka juga memprotes terkait kenaikan tarif sewa lahan pelabuhan lantaran dianggap sangat tinggi. “Untuk sewa lahan ada kenaikan hampir 700 persen. Ada yang punya gudang sampai mau tutup karena nggak sanggup bayar,” ungkap Agustina.
“Harusnya pemerintah kalau mau terapin aturan itu satu-satu dulu. Jangan tumpang tindih terus seperti ini, tolong diperhatikan,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cilacap Edy Santoso menyampaikan, pihaknya akan melakukan audensi hingga melakukan aksi turun ke jalan apabila keluhan dari nelayan maupun pemilik kapal ini belum juga mendapat tanggapan.
“Kalau nggak mendapat tanggapan, nanti kita akan ke DPRD, DPR RI. Saya juga mohon kepada Pak Prabowo untuk mendengarkan keluhan-keluhan dari para nelayan di Cilacap. Intinya kami pelaku usaha di perikanan merasa sangat berat dengan aturan-aturan pemerintah yang berubah-rubah ini,” kata pengusaha yang akrab disapa bos Edy ini.
Selain pemberlakuan Laporan Perhitungan Mandiri (LPM) tambahan dan kenaikan tarif sewa lahan pelabuhan, nelayan dan pemilik kapal juga menolak adanya penangkapan ikan terukur (PIT) dan kuota. Hal itu dianggap dapat menimbulkan konflik horizontal.
Darwanto