Bekasi, pi-news.online
Peredaran obat-obatan daftar – G jenis Tramadol kembali marak di wilayah Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, dengan modus berkedok toko kosmetik.
Lalu jenis Tramadol jelas menyalahi koridor izin edar dagang dan juga dalam penjualannya berkedok toko kosmetik tersebut bukan apotek yang resmi dengan perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Badan POM.
Warga yang enggan di sebutkan namanya mengatakan, bahkan tidak sedikit anak sekolah yang beli obat di toko itu, bahwa itu jenis Obat yang harus diawasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH), karena penggunaannya harus dengan resep dokter untuk pasien tertentu. “Jika sampai ini dibiarkan, bisa merusak generasi muda bangsa, bahkan bisa menimbulkan dampak tindakan kriminalisasi serta ketergantungan obat-obatan terlarang.” Tegasnya.
Kurangnya pengawasan peredaran jenis obat-obatan daftar -G dari APH / instansi terkait, Badan POM khususnya, ini akan menjadi permasalahan baru dalam hal penanganan penyalahgunaan narkoba di negeri ini.
Pasalnya, obat-obatan daftar -G diduga memiliki efek hampir serupa, bahkan bisa lebih dahsyat dari bahaya Narkoba. Ini berpotensi menjadi narkotika jenis baru (new psychoactive subtances) yang dimanfaatkan sindikat untuk berlindung dari jeratan hukum narkotika, dengan harga yang murah mampu merasakan efek yang sama dengan jenis narkotika.
Awak media mendatangi toko tersebut untuk mengkonfirmasi mengenai adanya dugaan penjualan obat Tramadol, penjaga toko yang tidak mau disebut namanya mengungkapkan, ya benar saya menjual obat-obatan jenis Tramadol, dan ini juga saya baru jaga pak.
Kalo Bos berinisial A ungkapnya, Jum’at(18/10/2024).
Toko tersebut yang menjual obat-obatan jenis Tramadol, beralamat di Wilayah Kecamatan, Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Obat keras daftar -G itu penggunaannya harus dalam pengawasan Badan POM dan resep dokter, karena apabila salah dalam penggunaan akan menyebabkan efek samping pada kesehatan.
Namun bagi para pelaku usaha yang memperjualbelikan jenis daftar -G tersebut tanpa ijin, dapat dijerat dengan pasal 196 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan ancaman pidana 10 tahun penjara, dan pasal 197 UU kesehatan nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
(LIPUS INVESTIGASI)