BOGOR, pi-news.online
Sebuah insiden memilukan terjadi terhadap dua wartawan media cetak dan online yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. Keduanya diintimidasi, dihina, bahkan menjadi korban pelecehan fisik oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai “Orang tua Murid” di Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, (04/6/2025).
Kejadian ini berawal dari pemberitaan yang sudah tayang terkait kondisi sebuah sekolah di Desa Sukaharja. Salah satu wartawan berinisial KR dari Pos Berita Nasional bersama tiga rekannya mempublikasikan laporan tersebut. Tak lama setelahnya, KR dihubungi oleh Kepala Dusun 03 via WhatsApp, mengundangnya untuk “ngopi-ngopi” sambil membahas pemberitaan tersebut.
Namun, apa yang terjadi di balik undangan itu jauh dari dugaan karna disitu sudah ada rencana mau intimidasi terkait pemberitaan tersebut.
Sesampainya di kediaman Kepala Dusun 03, KR hanya menemui beberapa orang, termasuk perangkat desa dan Ketua Komite Sekolah SDN 01 Sukaharja. Namun, situasi berubah drastis ketika puluhan warga yang mengklaim sebagai orang tua murid tiba-tiba memenuhi lokasi.
Mereka mengolok-olok, mencaci maki, bahkan mengintimidasi kami seolah kami adalah penjahat. Padahal kami hanya menjalankan tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang,”tegas KR.
Rekan KR, wartawan berinisial D, yang turut menyaksikan kejadian itu menambahkan, “Kami dihujani kata-kata kasar. Ada yang berteriak, ‘Wartawan cari duit, cari masalah!’ dalam bahasa Sunda. Bahkan ada ancaman fisik.”ujarnya
Setelah mediasi selesai dan pemberitaan akhirnya dihapus (di bawah tekanan), KR berniat pulang. Namun, di saat yang sama, salah satu warga melemparkan gelas air mineral kemasan ke arah wajahnya dengan keras.
ini jelas tindakan penganiayaan. Saya tidak akan diam. Ini melanggar Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan. Saya akan laporkan ke aparat penegak hukum,” tegas KR.
Insiden ini dinilai telah melukai kedaulatan pers yang dilindungi UU No. 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers. Selain itu, tindakan intimidasi dan kekerasan fisik termasuk tindak pidana yang harus diusut tuntas.
“Pemerintah setempat yang mengundang kami seharusnya melindungi, bukan membiarkan kami dihakimi massa. Ini preseden buruk bagi demokrasi dan kebebasan pers,”tegas KR.
KR dan rekannya kini bersiap melangkah ke jalur hukum. Mereka mendesak polisi dan pihak berwajib untuk menindak tegas pelaku intimidasi dan kekerasan tersebut.
“Kami tidak takut. Kami akan terus berjuang untuk kebenaran, karena pers adalah pilar demokrasi,” tandasnya.
( Liputan Investigasi Jabar )