Bandung, pi-news.online
Sampah saat ini bisa menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat yang mengelola. Alias dari rurujit (jijik) jadi duit. Kini sampah menghasilkan rupiah.
Hal itu terbukti di Kelurahan Pasirjati Kecamatan Ujungberung Kota Bandung. Tepatnya di RW 13 yang sudah merasakan keuntungan tersebut dari memilah sampah anorganik.
Ketua Kelompok Pengelola Sampah Mandiri (KPSM) Erwiber RW 13 Bersih dan Berkah, Salamun mengungkapkan, sampah anorganik memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Oleh karenanya, kelompoknya mengumpulkan sampah anorganik dari warga.
“Non organik itu punya nilai jual. Kalau di sini pengurus tidak perlu pusing, ada Sedekah Sampah. Kita kasihkan ke petugas sampah, itu dikumpulkan dalam karung. Sebulan itu mampu menghasilkan Rp6,5 juta,” kata Salamun.
Meskipun keuntungan tidak selalu sama, lanjut Salamun, namun dari sampah tersebut mampu memberikan hasil tambahan bagi petugas sampah di wilayahnya.
Ia mengungkapkan, KPSM telah hadir sejak 5 tahun silam. Kelompoknya mampu mengolah sampah organik sebanyak 2 ton dengan berbagai metode.
“Ada metode maggot, hingga mesin pencacah organik. Kita upayakan ini untuk lebih optimal, ” ungkapnya.
“Kami di sini sudah tidak terputus rantai pengelolaan sampahnya. Baby maggot ada di sini. Hasilnya untuk pakai ternak, bebek dan ayam petelor,” tuturnya.
Sedangkan untuk mengatasi bau akibat sampah organik, wilayah tersebut telah memproduksi secara mandiri yaitu Mikro Organisme Lokal (MOL). MOL merupakan komponen penting dalam pengelolaan sampah organik khususnya untuk mengatasi bau.
“Untuk atasi bau, di KPSM kami bikin MOL. Bahan bakunya buah – buahan yang tidak terpakai, seperti nanas, jeruk dan pisang. Kita produksi itu per jenis buah. Sehingga mampu menghilangkan aroma tidak sedap,” ujarnya.
Sementara itu, Lurah Pasirjati, Agus Mulyana mengungkapkan, pengelolaan sampah di wilayah semakin berkembang.
“Pengelolaan sampah sudah tidak lagi konvensional, kumpul, angkut buang. Tapi kita edukasi memilah sampah mulai anorganik dan organik. Sehingga sampah berguna dan bermanfaat. Masyarakat bisa hidup dari sampah yang dihasilkan,” bebernya.
Ia menyampaikan salah satu wilayah percontohan yaitu di RW 13 yang sudah berjalan sejak tahun 2018. Warga mampu beradaptasi dengan sampah hingga menghasilkan nilai ekonimis.
“Ini RW pertama dan RW inisiator di kelurahan kami. Warganya mampu mengelola sampah,” tutur Agus.
Ia berharap success story tersebut mampu menjamur ke wilayah lain. Sehingga masyarakat secara mandiri mampu mengelola sampah mulai dari sumbernya. (Fr/Bd)