GEOPOLITIK PRABOWO DALAM MERESPON KEBIJAKAN TARIF TRUMP

 

GEOPOLITIK PRABOWO DALAM MERESPON KEBIJAKAN TARIF TRUMP

Oleh: Rahmawati 233507001 Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Siliwangi

Negosiasi yang dilakukan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto terhadap kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menjadi salah satu sorotan dalam dinamika perdagangan global. Kebijakan proteksionisme Trump yang menaikkan tarif impor hingga 32% terhadap berbagai produk dari luar negeri merupakan bagian dari strategi besar Amerika untuk melindungi industri domestiknya. Langkah ini tidak hanya ditujukan kepada Tiongkok sebagai rival utama dalam perdagangan dunia tetapi juga berdampak langsung pada banyak negara mitra, termasuk Indonesia. Ketika dua kekuatan besar dunia saling berhadapan dalam “perang ekonomi,” negara-negara berkembang seperti Indonesia mau tidak mau harus bersiap menghadapi guncangan terhadap rantai pasok global, penurunan nilai ekspor, serta ancaman terhadap stabilitas perekonomian nasional.
Kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat ini jelas bertolak belakang dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang diatur oleh World Trade Organization (WTO). Lembaga tersebut menekankan pentingnya asas non diskriminasi, transparansi, dan persaingan yang adil antarnegara anggota. Namun dalam praktiknya, Trump mengambil langkah yang sangat proteksionis dengan dalih menjaga kepentingan nasional. Kebijakan semacam ini menimbulkan ketegangan di dunia internasional karena dianggap menutup akses pasar bagi negara lain dan berpotensi memicu gelombang perang dagang yang lebih luas. Bagi Indonesia yang memiliki hubungan dagang yang baik dengan Tiongkok maupun Amerika Serikat, kondisi ini menempatkan posisi diplomatik dan ekonomi yang tidak mudah. Indonesia harus berhati-hati menjaga keseimbangan agar tidak terseret dalam pusaran konflik dua kekuatan besar dunia itu.
Geopolitik Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto yang sering mendorong transformasi Asta Cita menuju Indonesia Maju, memandang tantangan global ini sebagai ujian bagi ketahanan nasional. Pandangan ini sejalan dengan gagasan Rudolf Kjellen, tokoh geopolitik klasik asal Swedia, yang memandang negara sebagai organisme hidup yang harus mampu bertahan, beradaptasi, dan berkembang di tengah lingkungan internasional yang dinamis. Prabowo memahami bahwa dalam dunia yang diwarnai oleh persaingan ekonomi dan politik, kekuatan sebuah negara tidak hanya diukur dari militernya, tetapi juga dari kemampuan ekonominya untuk menyesuaikan diri dan mempertahankan ruang hidupnya. Dalam berbagai pidatonya, ia menegaskan bahwa Indonesia harus tetap kuat, berani, dan tenang dalam menghadapi perubahan global yang tidak menentu.
Sikap itu kemudian diwujudkan dalam langkah konkret melalui negosiasi langsung antara Prabowo dan Donald Trump. Dalam pertemuan tersebut Prabowo menegosiasikan kembali kebijakan tarif impor yang dianggap memberatkan Indonesia. Hasilnya, tarif yang semula ditetapkan sebesar 32% berhasil ditekan menjadi 19%. Namun penurunan ini tidak datang tanpa konsekuensi. Amerika Serikat meminta imbalan akses bebas barang ekspor tanpa tarif, akses yang lebih besar terhadap sumber daya strategis Indonesia, termasuk komoditas seperti produk energi, produk pertanian dan beberapa produk ekspor unggulan lainnya. Situasi ini kemudian menimbulkan pertanyaan: Apakah kesepakatan tersebut merupakan kemenangan diplomasi atau ketidakseimbangan negosiasi yang berisiko bagi kedaulatan ekonomi nasional? Di sinilah muncul dilema antara kepentingan jangka pendek dalam mempertahankan ekspor dan kepentingan jangka panjang dalam menjaga kontrol atas sumber daya nasional.
Langkah Prabowo dalam memilih jalur diplomasi menunjukkan gaya geopolitik yang realistis. Ia tidak terjebak dalam retorika agresif, tetapi menekankan pentingnya keseimbangan antara keberanian dan kehati-hatian. Indonesia tidak boleh tunduk pada tekanan ekonomi negara besar tetapi juga tidak bisa menutup diri dari dinamika global yang kompleks. Prinsip politik luar negeri bebas aktif menjadi pijakan penting dalam kebijakan ini, Indonesia tidak berpihak kepada blok manapun, melainkan aktif mencari solusi yang menguntungkan kepentingan nasional. Dalam konteks perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pendekatan ini menjadi strategi cerdas untuk menjaga hubungan baik dengan kedua pihak tanpa kehilangan arah kebijakan ekonomi nasional.
Selain menekan dampak negatif dari kebijakan tarif, Prabowo juga berupaya menjadikan situasi ini sebagai momentum memperkuat kemandirian ekonomi dalam negeri. Dengan menurunnya ketergantungan pada pasar tertentu, Indonesia memiliki peluang untuk memperluas kerja sama dengan mitra dagang baru terutama di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Pemerintah juga mulai mendorong penguatan industri nasional agar mampu bersaing di pasar global tanpa bergantung pada perlakuan istimewa dari negara lain. Dalam pandangan Prabowo, krisis global justru dapat menjadi pemicu bagi Indonesia untuk bangkit sebagai kekuatan ekonomi baru yang tangguh, mandiri, dan berdaya saing tinggi.
Namun di balik peluang itu, tetap ada tantangan besar yang harus dihadapi. Kebijakan proteksionis Amerika dan ketegangan perang dagang tersebut memposisikan Indonesia di ketidakpastian yang bisa memengaruhi arus investasi dan ekspor Indonesia. Pemerintah perlu memastikan agar kebijakan ekonomi nasional berjalan seimbang antara kepentingan jangka pendek dan strategi pembangunan jangka panjang. Di sinilah peran geopolitik menjadi penting. Bukan sekadar soal hubungan luar negeri tetapi tentang bagaimana mengelola sumber daya, kekuatan ekonomi, dan diplomasi agar selaras dengan tujuan nasional. Prabowo tampak memahami hal ini, sehingga pendekatan yang ia gunakan tidak hanya diplomatik, tetapi juga strategis dan berorientasi pada kepentingan bangsa.
Pada akhirnya, strategi geopolitik Prabowo dalam merespons kebijakan tarif Trump menunjukkan upaya konsisten untuk menjaga kedaulatan ekonomi nasional sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia di dunia internasional. Di tengah perang dagang antara dua kekuatan besar dunia, Indonesia berusaha berdiri tegak dengan identitas politik luar negeri yang bebas aktif. Langkah negosiasi, kebijakan ekonomi yang adaptif, serta dorongan terhadap kemandirian industri menjadi bukti bahwa Indonesia tidak hanya bereaksi, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk tatanan global yang lebih seimbang.
Melalui pendekatan yang tenang, berani, dan rasional, Prabowo berupaya menunjukkan bahwa kekuatan sejati suatu negara bukan hanya terletak pada kemampuan militernya, tetapi pada kecerdasannya dalam menavigasi arus geopolitik global. Dalam dunia yang semakin saling terhubung namun juga penuh kompetisi, diplomasi yang cerdas menjadi senjata utama untuk mempertahankan kepentingan nasional. Maka, respons Prabowo terhadap kebijakan tarif Trump bukan sekadar episode diplomasi ekonomi, melainkan potret dari arah baru geopolitik Indonesia yang berdaulat, berani, dan tetap berpijak pada prinsip keadilan global.

“Dalam geopolitik, kemandirian bukan berarti menutup diri tetapi kemampuan berdiri tegak di tengah badai dunia”

Pos terkait