BANDUNG –PI News
DPRD Kota Bandung tengah mematangkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial. Raperda ini merupakan perubahan kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 yang kini digodok oleh Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung.
Pembaruan ini dilakukan untuk menyesuaikan kebijakan daerah dengan regulasi nasional terbaru sekaligus memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program kesejahteraan sosial di Kota Bandung.
Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, Christian Jualianto, mengatakan pembaruan perda ini sangat penting agar sistem pelayanan sosial di Bandung lebih tertata dan mampu menjawab tantangan di lapangan.
> “Kami ingin regulasi ini tidak hanya menyesuaikan aturan pusat, tetapi juga memperkuat aspek pengawasan dan partisipasi masyarakat. Setiap lembaga sosial harus bisa dikelola secara transparan dan akuntabel,” ujar Christian, Jumat (1/11).
Menurutnya, ada tiga aturan utama Kementerian Sosial (Kemensos) yang diselaraskan dalam revisi perda tersebut.
Pertama, Permensos No. 8 Tahun 2021 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang diperbarui dengan Permensos No. 8 Tahun 2024. Aturan baru ini menegaskan tata cara izin, pelaporan, dan pertanggungjawaban lembaga sosial yang menggalang dana publik.
Kedua, penyesuaian terhadap Permensos No. 4 Tahun 2021 tentang Undian Gratis Berhadiah (UGB). Kewenangan perizinan kini sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat, sementara peran Pemkot Bandung bergeser menjadi pembina dan pengawas.
Ketiga, penyelarasan dengan Permensos No. 5 Tahun 2024 tentang Standar Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Aturan ini menuntut lembaga sosial untuk memenuhi standar nasional baik dalam kelembagaan, program, sumber daya manusia, maupun pelayanan.
Selain itu, Raperda ini juga menyesuaikan perubahan istilah dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) menjadi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) sesuai regulasi terbaru Kemensos.
Christian menegaskan, pembaruan perda ini bertujuan memperkuat tata kelola bantuan sosial agar lebih tepat sasaran dan minim potensi penyalahgunaan.
> “Bantuan sosial yang disalurkan lewat lembaga resmi harus bisa dipertanggungjawabkan. Transparansi menjadi kunci agar bantuan benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya.
Menariknya, dalam proses pembahasan, materi perubahan yang diajukan mencapai lebih dari 50 persen dari isi perda lama. Karena itu, besar kemungkinan Raperda ini akan ditetapkan sebagai Perda baru, bukan sekadar revisi.
> “Kita ingin Perda baru ini menjadi pondasi kuat untuk sistem kesejahteraan sosial yang lebih adaptif, terbuka, dan berpihak kepada warga Kota Bandung,” tutup Christian.







