Boyolali, pi-news.com
Meski pemerintah telah menaikan harga solar bersubsidi pada 3 September lalu dari Rp 5.150 perliter menjadi Rp 6.800 perliter, nyatanya para pelaku pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berulang kali atau biasa disebut pengetap. Mereka menggunakan berbagai cara untuk membeli solar subsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), antara lain diduga dengan memodifikasi tangki bahan bakar.
Hal ini bisa dilihat di SPBU 44.573.05 yang berada di Jl. Raya Boyolali-Semarang No.16, Dusun 1, Penggung, Kec. Boyolali, Kabupaten Boyolali dari hasil pantauan awak media, Jumat (17/3/2023) sejumlah mobil dan truk yang berbahan bakar solar tampak antre, disela-sela antrean tersebut terdapat kendaraan L300 modifikasi yang diduga digunakan untuk mengetap solar subsidi.
Tidak sulit untuk mengetahui apakah mobil tersebut pengetap atau bukan, salah satunya dengan melihat kondisi box yang terdapat pada kendaraan tersebut, sehingga dari pandangan apabila tidak jeli tidak akan kelihatan.
Bahkan bisa dilihat juga dari aktivitas kendaraan tersebut yang bebas bolak balik mengisi BBM jenis solar di SPBU, seperti yang tertangkap kamera awak media pada Jumat (17/03/2023) sekira pukul 10.00 WIB satu unit kendaraan L300 berupa box masuk ke SPBU Sunggingan, selang beberapa jam sekitar pukul 13.00 WIB kendaraan L300 dengan plat yang sama kembali masuk ke SPBU Sunggingan untuk mengisi BBM jenis solar dihari yang sama.
Mengacu kepada peraturan yang berlaku semestinya baik pihak SPBU dan pelaku atau jasa angkut memahami bahwasannya sanksi berat bagi pelanggar menyalahgunakan bahan bakar bersubsidi :
Pembatasan Pembelian BBM jenis Solar subsidi yang sebenarnya diperbolehkan asal sesuai aturan yang berlaku, guna untuk kebutuhan pertanian, Perikanan dan kepentingan sosial lainnya, dan membelinya diperlukan rekomendasi dari dinas yang terkait. Telah sesuai juga dengan Surat Edaran Menteri ESDM No. 13/2017 mengenai Ketentuan Penyaluran Bahan Bakar Minyak melalui Penyalur.
Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa memiliki Izin Usaha Penyimpanan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU Migas:
Setiap orang yang melakukan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas: Setiap orang yang melakukan Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp 40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah)
Berdasarkan pernyataan tersebut, ada pihak yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai pada tujuan. Perbuatan tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal 55 UU Migas, setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan menyalagunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan negara seperti antara lain kegiatan pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi BBM, pengangkutan atau dijual kembali.