Terkait Program Desa Digital, Publik Pertanyakan Transparansi OPD Pemkab Tuban
*GMBI: Publik kini menunggu langkah tegas Pemkab Tuban untuk membuka transparansi terkait penggunaan anggaran miliaran rupiah dalam Program Desa Digital.*
TUBAN Jatim, pi-news. Online //
Meluasnya polemik yang semakin berkembang terkait anggaran *Program Desa Digital* di wilayah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, kali ini kian menyeruak setelah mencuat ke publik melalui berbagai link pemberitaan disejumlah media.
Program yang disebut menelan anggaran miliaran rupiah dari Dana Desa (DD) tersebut kini semakin menjadi sorotan publik, mengingat hingga detik ini pihak Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Pemkab Tuban belum memberikan keterangan resmi secara transparan.
Pembiaran dan/atau kebisuan pejabat terkait ini tentunya dipandang telah menimbulkan tanda tanya besar dibanyak khalayak.
Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Teritorial Jawa Timur, Sugeng SP, menilai sikap bungkamnya dari pihak Dinsos melalui Kepala Dinas Sosial P3A PMD Tuban seolah mencerminkan ketidak peduliannya terhadap hak publik untuk memperoleh informasi.
“Bungkamnya Kepala Dinas Sosial P3A PMD menjadi pertanyaan serius. Sebagai pejabat publik, ia memiliki kewajiban hukum untuk menjelaskan penggunaan uang negara. Apalagi ini menyangkut Dana Desa yang notabenenya bersumber dari APBN melalui APBD,” tegas Sugeng melalui sambungan seluler, Jum’at (19/09/2025).
LSM GMBI Wilter Jatim bahkan telah melayangkan surat klarifikasi resmi kepada Dinas Sosial P3A PMD Tuban. Namun hingga surat tersebut berjalan sekian hari, belum juga ada tanggapan dari pihak Dinas terkait.
Isi klarifikasi yang dipertanyakan antara lain:
Dasar hukum penunjukan PT Indonesia Comnets Plus (ICON+) sebagai penyedia layanan internet desa.
Dalam hal ini, publik mempertanyakan mekanisme penunjukan mitra kerja tersebut, apakah melalui proses tender terbuka sesuai amanat UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, atau justru dilakukan secara Penunjukan Langsung (PL) tanpa adanya dasar yang jelas. Gumamnya.
Sementara, dasar penetapan tarif layanan internet sebesar Rp.2.500.000 per balai desa, menurut GMBI, angka ini dinilai tidak rasional karena berdasarkan hasil penelusuran dilapangan, terdapat penyedia jasa lain yang menawarkan harga jauh lebih murah dengan kualitas sebanding.
Disisi lain, Spesifikasi teknis kecepatan internet (Mbps) yang terpasang di balai desa, karena publik berhak mengetahui kualitas layanan yang dibeli dengan uang negara. Bebernya.
Sugeng menegaskan, indikasi pembiaran dan/atau kebisuan Dinas Sosial P3A PMD Tuban justru memperkuat dugaan adanya praktik yang tidak sehat dalam pelaksanaan program tersebut.
“Sikap diam ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan mal administrasi sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI,” ujarnya.
Lebih jauh, GMBI menyatakan tidak akan berhenti pada surat klarifikasi semata. Jika tidak ada jawaban yang memadai, persoalan ini akan dilanjutkan ke ranah hukum.
“Kami akan melaporkan ke Ombudsman RI, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, bahkan Kejaksaan Agung RI.” Ungkapnya.
Olehnya, kami menduga adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara sebagaimana diatur dalam UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), tandasnya.
Keterbukaan informasi merupakan amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan pejabat publik dapat terancam sanksi jika terbukti menghalangi hak masyarakat atas informasi. (Galoeh.Hs/Swd)
Editorial: Solikin Korwil Jatim