Dugaan pelanggaran ini tentu menciptakan beban psikologis dan ekonomi bagi masyarakat Desa Bluluk.*
Lamongan Jatim, pi-news.online //
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dicanangkan pemerintah pusat sebagai upaya strategis nasional dalam mempercepat legalisasi hak atas tanah, justru menghadapi persoalan. Persoalan serius tersebut saat ini mengarah di Desa Bluluk, Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Sejumlah warga setempat pada Jum’at tanggal 6/6/2025 menyampaikan keluhan atas adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan program PTSL tersebut. Keluhan atas dugaan pungli ini berpotensi menyalahi aturan hukum dan mencoreng tujuan mulia reforma agraria.
Laporan diterima oleh awak media ini bahwa warga diminta membayar Rp 750.000 untuk pengurusan sertifikat tanah melalui PTSL. Tak hanya itu, warga juga dikenakan tambahan biaya sebesar Rp 100.000 untuk patok batas tanah.
Ironisnya, pungutan tersebut diduga tidak disertai rincian resmi ataupun kwitansi yang sah dari panitia desa, sehingga menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana masyarakat tersebut.
*Padahal, dasar hukum pelaksanaan PTSL sangat jelas dan terstruktur.*
Bahwa biaya yang dibebankan kepada peserta program PTSL telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
SKB tersebut mengatur secara eksplisit bahwa biaya maksimal yang dapat dikenakan kepada masyarakat di wilayah Kategori V yaitu Jawa dan Bali adalah sebesar Rp 150.000 per bidang tanah.
Ketentuan ini dipertegas kembali melalui, “Permen ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.” Dan untuk di tingkat daerah, Pemerintah Kabupaten Lamongan telah menetapkan Peraturan Bupati (Perbup) Lamongan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan PTSL, yang mengatur teknis pelaksanaan program di lapangan, termasuk ketentuan biaya dan pengawasan pelaksanaannya.
Perbup tersebut secara tegas mewajibkan panitia pelaksana di desa untuk memberikan transparansi biaya dan tidak melebihi batasan yang ditentukan dalam SKB Tiga Menteri. Selain itu, Perbup juga mengamanatkan peran aktif camat dan kepala desa untuk memastikan tidak terjadi praktik yang menyimpang dari peraturan.
Dalam wawancara dengan beberapa warga, mereka mengaku tidak berdaya menolak karena khawatir tidak mendapatkan sertifikat jika tidak membayar sesuai permintaan panitia.
“Kami rakyat kecil tidak paham hukum. Kalau tidak ikut aturan mereka, nanti malah tidak dapat sertifikat,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Menanggapi kondisi ini, sejumlah pihak mendesak agar dilakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap oknum panitia desa yang terlibat.
Praktik pungli tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, jika terbukti menyalahgunakan wewenang dan menguntungkan diri sendiri atau kelompok.
Menurut Zuhdan Haris Zamzami, ST, SH, seorang praktisi hukum dari Kantor Hukum LAPKN Jombang, pungutan di luar ketentuan SKB dan Perbup dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun.
“Jika pungutan tidak berdasarkan ketentuan hukum, terlebih disertai unsur pemaksaan atau intimidasi, maka ini adalah pelanggaran serius. Penegak hukum wajib turun tangan,” ujar Zuhdan.
Agar persoalan ini segera mendapatkan penanganan, masyarakat disarankan untuk melapor secara resmi melalui saluran-saluran berikut:
1). Inspektorat Kabupaten Lamongan: Alamat: Jl. Basuki Rahmat No. 70 Lamongan
Telepon: (0322) 311337
Fungsi: Pengawasan internal terhadap kinerja perangkat desa dan penggunaan anggaran publik.
2). Kepolisian Resor (Polres) Lamongan – Unit Tipikor
Laporan bisa diajukan secara langsung atau melalui pengacara pendamping.
Dugaan pungli dapat diproses secara pidana jika terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.
3). Kantor ATR/BPN Kabupaten Lamongan
Untuk menyampaikan keberatan terhadap penyimpangan teknis program PTSL.
Laporan masyarakat dapat menjadi bahan evaluasi dan intervensi dari pihak kementerian pusat.
4). Layanan Pengaduan Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar)
Hotline Nasional: 193
Website: saberpungli.id
Kasus yang mencuat di Desa Bluluk bukanlah sekadar soal uang, melainkan cerminan pentingnya supremasi hukum dan etika publik dalam pelayanan kepada rakyat.
Program PTSL yang semestinya membawa harapan dan kepastian, jangan sampai menjadi ladang ketidakadilan akibat kelalaian atau kesengajaan pihak-pihak yang menyimpang.
Langkah penegakan hukum, pendampingan masyarakat, dan reformasi sistem pengawasan mutlak diperlukan agar pelaksanaan reforma agraria di Indonesia tidak kehilangan makna. Karena pada akhirnya, keadilan agraria bukan hanya soal sertifikat, tetapi soal harga diri bangsa yang melindungi hak tanah setiap warganya secara adil dan bermartabat. (Galoeh.Hs/tim)
Editorial: Solikin Korwil Jatim